RSS

Wisuda, adalah awal. Bukan akhir!

Depok hari itu, seakan menjelma menjadi kota bahagia. Senyum bahagia tersebar merekah, ucapan selamat dan bingkisan bunga ikut mengiringi, wajah-wajah bahagia terekam baik oleh lensa-lensa kamera. Para orang tua ada yang menitikkan air mata haru dan bahagia di ujung matanya, menyaksikan sang anak kini telah meraih sebuah gelar baru di belakang nama mereka, dalam hatinya mungkin terbesit, selesai juga perjuangannya mencari nafkah untuk membiayai pendidikan si anak.

Ya, Para pejuang ilmu yang telah bergelut kurang lebih empat hingga enam tahun, kini mengenakan baju kebanggannya, toga. Sebagai symbol sebuah kelulusan dan keberhasilan. Meski aku tak bisa ikut serta d isana karena sebuah kegiatan yang mengharuskan aku untuk pergi ke luar negeri, namun aku bisa melihatnya dari foto-foto yang terpajang di album facebook teman-teman, betapa meriahnya hari itu. wajah-wajah yang cantik, bingkisan bunga yang indah, senyum orang tua yang mereka, hari wisuda memang menjadi hari kebahagiaan yang selalu dinanti oleh para mahasiswa.

Tak menyangka juga, ketika aku membuka website, ada sebuah pesan singkat yang menyadarkan dan membuat bibirku tersenyum cukup lama: Dear ukhti Oki…Setiap akhir adalah awal permulaan yang baru.Selamat datang di dunia pasca kampus.Semoga ilmunya berkah,semakin Allah tambahkan pula jalan2 keluasan ilmu. Happy Gradution my lovely sista .Kau tahu,Allah menciptakanmu begitu istimewa. Selamat menikmati apa yang disebut “Indah pada Waktunya”.Semoga berkah segala perjuangan yang telah terlewati dan bersiap untuk perjuangan selanjutnya.Barakillah,semoga menjadi sarjana yang penuh manfaat. Terus berkarya!Terus ukir prestasimu.Sukses dunia akhirat… 🙂

Eh? Happy graduation..? aku.. sudah menjadi sarjana sekarang? Oki Setiana Dewi,S.Hum ? hmm.. okay! Agak aneh memang, mendadak ada beberapa huruf yang ikut memanjangkan nama, tapi bagaimanapun itulah hasil dari perjuanganku 4, 5 tahun kemarin. Agak terlambat memang, karena aku sempat mengambil cuti untuk shooting Ketika Cinta Bertasbih di Mesir 2008 silam. Namun aku begitu bersyukur, bahwa aku bisa menyelesaikannya… di tengah perjalanan kuliahku yang terkadang terseok-seok. Seringkali di kala rasa kantuk yang begitu mendera, karena shooting yang baru usai pukul 5 subuh, kupaksakan diriku di pagi hari untuk berkata, “Ayo Oki! Berangkat kuliah!” dan seringkali aku mencubit lenganku sendiri atau meminta teman mencubitku agar aku tidak tertidur di dalam kelas. Atau ketika musim ujian sementara sampai dini hari aku masih harus terus shooting atau berada di luar kota, dna ketika airmata ini berderai-derai, namun kutepuk lenganku sendiri sambil mengucapkan, “Ayo Oki! Kamu bisa!”

Ya Allah… perjuangan itu… terlewati sudah… Alhamdulillah…

4, 5 tahun, yang sebenarnya bukan hanya memberikan aku sekedar tambahan huruf berupa titel, namun lebih dari itu, lima tahun perjuangan itu telah mengantarkan aku hingga bisa seperti sekarang ini. Bukan cuma titel atau lembaran nilai-nilai IP, namun juga sahabat-sahabat yang hebat, yang telah mengajarkan aku makna sesungguhnya dari ‘maju terus pantang mundur’ sahabat-sahabatku, mereka semua yang ada di kampus. Mulai dari dosen, teman sekelompok, teman organisasi, penjaga kantin, anak-anak penjual koran, pak satpam yang baik, bahkan sampai teman-teman di lokasi shooting, yang selalu menularkan semangat, yang menyadarkan aku bahwa ilmu itu bukan hanya ada di dalam kelas, namun dimanapun kita berada disitulah ilmu itu, hingga akhirnya aku memilih untuk banyak mengikuti kegiatan agar semakin bertambah juga ilmu itu, hingga akhirnya aku bisa menyelesaikan kuliahku ini.

Namun seperti yang disampaikan sahabat dalam pesan singkatnya, bahwa setiap akhir adalah awal permulaan yang baru. Maka itulah hakikat wisuda yang sebenarnya. Di balik wajah kebahagiaan para mahasiswa bertoga, sebenarnya kita masih memiliki tugas yang lebih besar dari pada sekedar tugas yang ada dikampus. Yaitu bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat dengan bekal ilmu yang telah kita isi selama bertahun-tahun di kelas.

Fiufh.. jika membayangkan, tentu itu sungguh berat sekali. Terlebih melihat wajah para orang tua, yang penuh harapan terhadap anaknya yang telah menjadi sarjana, yang tak pernah letih melantunkan doa-doa untuk anaknya…

Ketika sudah mencapai puncak, capailah puncak yang lain. begitu kiranya nasihat orang bijak yang pas untukku saat ini. Meski wisuda itu adalah puncak dari perjuangan kita selama di kampus, namun ia bukanlah akhir. Lihatlah jauh kedepan, masih banyak puncak yang harus kita daki lagi. Janganlah takut untuk memulai dari Nol, melangkah dari awal untuk mendaki puncak yang lebih tinggi lagi.

Karena wisuda sesungguhnya bukan disini. Karena wisuda sesungguhnya bukan ketika kita mengenakan toga kemudian bersalaman dengan pak rektor menerima ijazah. Wisuda sesungguhnya itu adalah nanti, di akhirat sana. Ketika kita menerima buku amal dengan tangan kanan, ketika berhasil melewati panasnya padang mahsyar, ketika Allah telah membukakan pintu syurganya, dan kita dipersilahkan masuk selamanya.

Subhanallah… itulah wisuda yang sesungguhnya. Puncak dari semua puncak.

Insya Allah, kita termasuk didalamnya… amin…

*Selamat kepada teman-teman perjuangan di kampus UI, terutama teman-teman FIB sastra Belanda angkatan 2007 dan 2008. Juga selamat untuk sahabat terbaikku, yang menjadi adik-adikku iparku dalam film(hehe), Meyda Sefira dan Rahmi Nurulina yang telah meraih gelar sarjananya. Ayo kita lanjutkan untuk kuliah lagi…!!!!

OSD, February 2012


 
15 Comments

Posted by on February 29, 2012 in Inspiration, Motivation

 

Terima Kasih Telah Mengajarkan Semangat

Depok mendung. Angin badai. Dalam hitungan menit, hujan angin pun menyerbu. Beberapa rumah memilih menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Para pedagang di pinggir jalan merapikan dagangannya. Pengendara motor memilih minggir takut terkena tumbangan pohon. Kecuali satu yang aku lihat tidak berubah dari biasanya, yaitu adik-adik itu. adik-adik yang berkokoh rapih dan berpeci, bergamis dan berjilbab, berlari semangat menuju rumah Nenek Timah dengan menggunakan payung melawan semangatnya hujan. Di rumah Nenek Timah inilah,  sudah bertahun-tahun lamanya setiap ba’da Ashar selalu banyak anak-anak yang berdatangan untuk mengaji. Sudah beberapa bulan terakhir ini, sejak break shooting, aku membantu Nenek Timah untuk mengajar adik-adik ini mengaji.

“ Mbak Oki.. hujannya semangat bangeet..” teriak mereka di pintu pagar.

Aku langsung membantu mereka masuk ke rumah Nenek Timah. Baju mereka sebagian basah terkena hujan angin yang datang mendadak. Suara adzan ashar tadi pun kalah oleh derasnya hujan.

Ya, setiap sore, adik-adik itu mengaji. Tak pernah ada yang bolos, setiap hari semangatnya selalu baru. Satu hal yang selalu aku perhatikan, adalah kerapihan berbusana mereka. Meski memang tidak selalu baju baru, namun baju kokoh bagi anak laki-laki, dan jilbab bagi anak perempuan, tak pernah ketinggalan. Jika mereka sholat berjama’ah dengan jemaah di masjid (rumah Nenek Timah bersebelahan dengan masjid, sehingga adik-adik ini harus sholat di masjid terlebih dahulu, baru mengaji), terkadang kontras sekali. Orang-orang dewasa di sebelahnya malah mengenakan baju yang sekenanya untuk menghadap Allah. Sementara adik-adik nampak begitu rapi.

Setelah sholat berjama’ah rutinitas mengaji pun dimulai. Ada yang masih iqra, ada yang sudah membaca al-Qur’an. Sebagai pengajar baru, tentu aku mempelajari pola pengajaran di TPA(Taman Pendidikan Al Qur’an) ini.

Dengan jumlah murid yang sedemikian banyak, Nenek Timah tidak bisa optimal mengajar anak-anak. Walhasil hanya kuantitas yang dicapai, anak-anak sudah jauh mengajinya namun masih terbata-bata, hal tersebutlah yang membuat aku prihatin. Maka atas izin Nenek Timah, kami berbagi tugas, aku mengajar anak-anak yang al-Qur’an dan membacakan siroh (kisah hidup) Nabawi & para sahabat sedangkan Nenek Timah mengajar anak-anak Iqra’dan surat-surat serta hadits-hadits yang harus mereka hafalkan.

Mengajar anak-anak Al-Qur’an yang sudah beranjak besar pun tidak mudah, karena ternyata mereka pun belum lancar memahami dasarnya, banyak bagian di iqra yang harus dipelajari lagi. Hal tersebut membuat aku cukup letih untuk menuntunnya, yang kemudian aku mengatakan kepada mereka,

 “Kalau tidak lancar, besok-besok lima baris saja ya bacanya..biar sedikit, yang penting lancar. Setuju?”mereka mengangguk, meski sambil memanyunkan bibir.

Satu ‘ain ya Mbak Oki..”

Kemarin kan Mbak Oki sudah bilang, kalau tidak lancar lima baris dulu

” Satu ‘ain Mbak.. aku sudah belajar kok di rumah..”

Iya Mba…satu ‘ain.. gapapa.. panjang juga..lama juga ga papa kok..” ujar yang lain mengikuti, aku pun tak bisa mengelak dan setuju.

Sekali lagi, mengajar ngaji yang belum lancar, panjang pula, bukanlah hal yang mudah. Aku  berkali-kali menarik nafas, rasanya pingin menyudahi dan dlanjutkan besok lagi. Namun adik-adik di hadapanku ini, terasa tak pernah lelah, terbata, dengan suara lantang, percaya diri, padahal bacanya masih ‘belepotan’.

“Mmm.. kurang dengung”. “bacanya panjang dong”. “ini kan ada tasydid” “masa lupa ini huruf apa” dst. Semua kritikan aku terus sampaikan selama mereka mengaji, menurutku ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Namun adik-adik itu tetap semangat, tidak kesal atau marah, apalagi kapok. Hal inilah yang akhirnya ‘menyentil’ kesabaranku. Mereka saja, yang terbata bahkan ‘ngos-ngos’an, sangat sabar bahkan terus semangat mempelajari ayat Allah, mengapa aku yang sudah mahir malah tidak sabaran? Astaghfirullah.. Astaghfirullah.. aku terus beristighfar dalam hati, sambil memandang wajah semangat di hadapanku yang sedang khusyu’ membaca al-Qur’an.

Ipeh, siswi kelas 3, adalah murid yang terakhir mengaji sore itu, ia juga murid yang paling terbata bacaanya. Selesai membaca sampai satu ‘ain ia nampak ‘ngos-ngosan’, rambut-rambut poni keluar dari jilbabnya, namun ia tersenyum bangga. Dengan senangnya ia berkata ,

“Mba,, besok satu ‘ain lagi ya..” katanya sambil membetulkan posisi jilbab.

 “aku janji deh nanti belajar dulu di rumah..” mukanya memohon.

hmm.. oke! Bacaannya harus dilancarin lagi ya?” mendengar jawabanku ipeh pun bersorak. Adik-adik yang lain juga ikut bersorak.

 “Pokoknya satu ‘ain ya ka…” teriak mereka sebelum pulang.

Duh Rabbi, adik-adik ini sudah memiliki target mengaji setiap hari. Meski hanya satu ‘ain, meski bacaanya sangat terbata. Terima kasih atas semangat yang kalian tularkan,, semoga Allah menyinari setiap langkah kita dengan cahaya al-Qur’an.

Depok, sore itu hujannya semangat. Namun tetap kalah dengan semangat murid-muridku. 🙂

By: OSD-2011-

 
13 Comments

Posted by on February 2, 2012 in Inspiration, Motivation

 

Engkau Habiskan Dengan Apa Masa Mudamu?

Langit, hujan, bintang sepertiga malam, senja yang merah memukau, pagi yang dingin dan sejuk, angin semilir, rasanya terlalu banyak hal indah yang kutatap setiap harinya sebagai tanda kekuasaan Allah. Kalau sudah begitu, rasanya cinta dan rindu padaNya begitu menggebu-gebu. Banyak hal yang ingin kulakukan untuk mengobatinya. Andai saja aku mampu menggunakan setiap detik nafasku untuk terus mengagumi dan memujaNya. Aku ingin menjadi lebih baik, dan selalu ingin menjadi lebih baik, walau sebagai manusia aku pasti lebih banyak lupa daripada ingatnya, lebih banyak bikin dosa daripada menabung pahala. Aku selalu cemburu dan iri bila bertemu dengan mereka yang begitu taat dan cinta pada Allah.  Ya, karena aku selalu berfikir orang-orang seperti mereka pasti sangat disayang Allah, pasti Allah lebih sayang mereka daripada aku, mereka begitu mendekat pada Allah, dan Allah pasti akan seribu kali lebih mendekat lagi pada mereka. Sedangkan aku? Berbuat maksiat saja masih sering kulakukan.

Hari ini aku menyengajakan diri untuk bersilaturahim ke sebuah tempat yang sesungguhnya sejak lama ingin kudatangi. Tempat itu bernama  rumah Qur’an. Rumah itu terletak di antara rumah warga lainnya. Sekilas tak ada yang special dengan rumah itu. Rumah itu begitu sederhana. Namun yang membedakan dan membuatnya berbeda dengan rumah-rumah lainnya tentu saja ayat-ayat suci Al Qur’an yang terlantun tiada henti dari bibir para gadis yang menempati rumah ini.

Begitu aku tiba, aku sudah bisa menyaksikan para gadis yang memegang mushafnya dan menghafalkannya. Hatiku berdesir, rasa iri muncul begitu saja. Ternyata itu belum apa-apa, ketika aku memasuki rumah Qur’an,  kesibukkan menghafal Qur’an terlihat semakin jelas. Ada sekitar 25 gadis yang berkomat kamit sembari memegang mushaf. Allah…

Di rumah itu terdapat empat kamar dan 1 ruang tamu yang dialasi dengan karpet,  yang kira-kira berukuran 3x5m. Aku melihat sekilas di pintu setiap kamar tertulis nama para penghuni kamar. Aku baru tahu, setiap kamar yang begitu kecil itu dihuni sekitar 5-7 orang.

Tiba-tiba saja aku menjadi tak enak sendiri. Aku khawatir kehadiranku akan menganggu dan membuang waktu mereka dalam menghafal. Karena aku tahu sehari minimal mereka harus menghafal dan menyetorkan satu halaman Al-Qur’an.  Sedangkan mereka adalah mahasiswi yang tentu  memiliki waktu yang tidak terlalu banyak untuk itu. Mereka masih harus menyelesaikan tugas-tugas kampus dan sebagainya. Kedatanganku tentulah akan menyita waktu mereka. Berulang kali aku meminta maaf dan berulang kali pula para bidadari bumi itu mengatakan aku tak perlu meminta maaf dengan terus memberikan senyum teduh mereka. Sekitar setengah jam aku berbincang dengan mereka aku memutuskan untuk pamit pulang.

Dalam perjalan pulang bayang mereka hadir satu persatu di benakku. Lantunan ayat suci Allah tiba-tiba saja teringang dan berputar di fikiranku. Aku hanyut dalam pertanyaan batinku sendiri. Bila suatu saat nanti Allah bertanya pada mereka, digunakan untuk apa masa muda mereka, mereka akan bisa menjawabnya tanpa ragu. Dan bagaimana denganku? Aku pasti akan sangat malu pada Allah jika harus mengatakan bahwa aku tak melakukan apa-apa ketika aku masih muda. Bahwa aku tak melakukan hal apapun yang bisa mendekatkan diriku padaNya.

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Allah memang tak menanyakan masa tua, tetapi masa muda. Disaat semangat masih membara, potensi masih bisa untuk terus diasah, dan peluang meraih cita masih luas membentang.  Dalam hidup setiap orang yang mengais rezeki berupa uang akan menabung demi alasan kebahagiaan di masa depan. Bisa dicek berapa banyak orang yang punya rekening di bank. Ada yang banyak, ada yang sedikit, namun rata-rata hampir setiap warga kita khususnya para penghuni kota tentunya memiliki sejumlah rekening di bank untuk menabung. Lalu bagaimana dengan arti hidup yang sesungguhnya. Yang sesungguhnya hanyalah tempat singgah untuk mencari bekal perjalanan abadi kita di akhirat nanti. Yang sesungguhnya adalah waktu menabung untuk dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Maka sesungguhnya akhirat adalah masa depan kita yang sesungguhnya. Yang telah tertulis dan termaktub sebagai janji Allah bagi ummat manusia.

Masih terbayang dalam benakku bagaimana para gadis di rumah al-quran itu begitu antusias menghafal kata demi kata dalam Al-Quran dengan kesungguhan dan ketekunan. Seketika rasa iri kembali hadir dalam benakku. Betapa beruntungnya mereka, orang-orang yang dalam seusia itu telah menyadari bahwa kelak akan ada pertanyaan yang Allah berikan mengenai masa muda. Masa muda yang tidak diisi dengan bergelimang dalam kehidupan dunia yang fana dan membuat Allah murka tetapi masa muda yang diisi dengan menabung amal untuk membuat mendapatkan naungan Allah di akhirat kelak. Betapa indahnya masa muda mereka yang dengan bibir basah menyebut asma Allah setiap saat, bahkan menghafal ayat-ayat cinta Allah dengan sebegitu tekun dan sabar.

Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil; pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah pada Allah; orang yang hatinya selalu terikat pada masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula; seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’; orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya; dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim).

Allah sepertinya tak henti membuatku untuk terus merenung. Ketika beberapa hari setelah kunjunganku ke rumah Qur’an, aku diundang suatu daerah untuk membicarakan masalah kenakalan remaja. Aku mendapat kenyataan bahwa lebih dari 50 persen remaja di sana sudah tidak lagi perawan. Astagfirullah, sebegitu buruknyakah wajah generasi penerus masa depan? Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi  pemuda kebanggaan ummat jika menjaga diri sendiri saja tidak mampu mereka lakukan. Padahal musuh mereka hanya satu, hawa nafsu.

Seorang pembicara menyampaikan materinya dengan menahan airmata sambil terus menyampaikan data persentase remaja yang tidak lagi perawan dan para remaja yang melakukan aborsi. Tiba-tiba saja aku teringat akan adik-adik yang kutemui di sebuah yayasan penampung anak-anak yatim dan berkebutuhan khusus beberapa waktu lalu. Anak –anak yang dibuang kedua orang tua yang tidak bertanggung jawab, yang sengaja disingkirkan karena mereka cacat, mungkinkah sebagian dari mereka adalah bayi-bayi hasil hubungan para remaja yang sanggup berbuat namun tak sanggup bertanggungjawab? Entahlah…hanya Allah yang tahu semua itu.

Rahim yang dianugerahi Allah pada wanita adalah tempat suci yang melahirkan makhluk-makhluk Allah yang suci. Aborsi, zina, adalah hal yang menodai kesuciannya, kesucian rahim, dan kesucian fitrah perempuan itu sendiri. Sebuah hubungan yang haram terjadi telah menodai apa yang seharusnya begitu di agungkan. Rahim terlalu agung untuk diperlakukan seperti itu, dizinahi bahkan sampai dengan membunuh janin mungil tak berdosa yang tengah tumbuh.

Mungkin itulah sebab Allah memberikan balasan yang begitu indah bagi pemuda yang menghabiskan masa muda dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena masa muda adalah masa pada saat saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat anak manusia. Apa yang dilakukan seseorang di masa mudanya akan menentukan masa depannya.  Pemuda yang terlena dengan masa mudanya  maka akan habis di masa tuanya. Pada akhirnya nanti rasa menyesallah yang datang mendera.

Sebagian orang mungkin  berpendapat  bahwa masa muda adalah masa bersantai dan berfoya-foya, menikmati semua kenikmatan dunia, lalu masa tua adalah masa bertaubat, berhenti dari semua hal yang buruk lalu berjalan tertatih menuju perbaikan? Sungguh begitu salah pemikiran seperti itu, sebab umur manusia tak ada yang tahu kapan akan berhenti, ia kalau kita sempat bertaubat, kalau tidak? Bukankah lebih tenang hidup kita jika telah menabung kebaikan sejak dini, hingga kapanpun Allah memangggil kita, kita siap dengan bekal yang telah kita persiapkan jauh-jauh hari.

An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”Dalam hal ini orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya. Subhanallah, Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah pada hambaNya. Ia begitu mengerti apa yang terdetik di dalam hati, lalu jika demikian masihkah kita enggan melakukan kebaikan dari sekarang? Masihkah kita menunda-nunda amal kebajikan.

Ketika muda, kita sering mengabaikan dan tidak menyadari bagaimana berharganya hidup yang Allah berikan pada kita, bukankah hidup sebuah anugrah besar yang sangat berharga? Sepertin namanya, anugrah, berarti ia adalah suatu hal yang luar biasa istimewa yang merupakan hadiah kasih sayang Allah bagi manusia. Allah menciptakan kita berawal dari segumpal tanah yang menjadi segumpal darah.  Lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, yang dalam beberapa bulan lahir dari perut sang ibu dalam keadaan menggigil kedinginan, begitu kecil dan rapuh. Setelah itu kita tumbuh menjadi seorang anak balita yang sehat dan dalam beberapa tahun tumbuh menjadi seorang remaja yang mulai mencari jati diri. Beranjak dewasa, kita semakin kuat dan matang. Fase inilah yang merupakan fase puncak dimana kekuatan kita penuh untuk bisa digunakan bekerja keras, akal kita sehat untuk berfikir hal-hal yang begitu rumit, raga kita kokoh dan sehat. Namun beberapa puluh tahun kemudian, semakin keriputlah kulit kita disertai dengan rambut memutih dan tulang yang perlahan keropos. Saat inilah kita kembali dalam keadaan fisik ketika kita pertama kali dilahirkan, lemah, rapuh dan tak berdaya.

Hitungan puluhan tahun adalah waktu yang terlalu singkat jika tidak kita manfaatkan dari sekarang untuk melakukan kebaikan. Jika di masa muda kita terbiasa dengan hal-hal yang melenakan, bukannya tidak mungkin kita takkan pernah memulai untuk berbuat kebaikan dan akan selalu menunda menabung pahala sebanyak-banyaknya. Bukankah lebih indah jika kala muda kita berjuang keras mencari nafkah lalu menikmatinya di masa tua, semua hasil kerja keras kita. Demikian halnya dengan beribadah, alangkah indahnya menjadi pemuda soleh yang taat dan patuh pada Allah, hingga saat tua nanti, Allah menghadiahkan kita pahala seperti apa yang kita kerjakan di masa muda.

 

Wahai Allah ….

jadikanlah kami pemuda-pemudi yang taat dan patuh padaMu, yang dihatinya tertanam rasa takut dan cinta kepadaMu, yang terjaga sikap dan tingkah lakunya, yang sanggup menopang amanah dan menjaga fitrah…

                                                                                    *

 “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

 

By: -OSD- 2011.  Sejak tanggal 12 Januari 2012, aku resmi tinggal di rumh Qur’an dan bergabung bersama mereka. Rasa iri yang begitu menggebu dan rasa takut semangat menghafalkan Qur’an akan memudar,  akupun ‘memaksa’ diriku untuk menyegerakan bergabung di tempat ini. Doakan aku, sahabat semua… aku ingin seperti mereka… Ahlullah..wa khoshotuhu…

 
12 Comments

Posted by on February 1, 2012 in Inspiration

 

Dan Chibby Benar-benar Pergi…

Mulanya aku hanya iseng melihat-lihat foto di laptop-ku sampai kemudian… foto-foto Chibby sedang tidur beraneka pose bermunculan. Tak kuat melihatnya kutinggalkan laptopku begitu saja. Airmataku kembali bercucuran seperti air bendungan yang jebol tanggulnya. Ini adalah hari keempat belas kepergian Chibby, artinya sudah dua minggu berlalu aku menjalani hidup tanpa Chibby di sisiku. Hipotesa teman-temanku mengenai kepergian Chibby adalah, Chibby sedang puber sehingga kawin lari bersama kucing garong pujaannya. Sementara hipotesaku, kepribadian Chibby berubah semenjak bergaul dengan para kucing garong yang rajin mengapelinya sekaligus mencuri makanannya itu.

Janganlah engkau menanyakan seseorang kepada orangnya, tetapi tanyakanlah kepada temannya. Karena setiap orang akan mengikuti temannya

Itulah yang kuduga mengenai kondisi Chibby. Chibby yang kukenal adalah kucing manis yang tak neko-neko. Kerjanya kalau tidak tidur, makan, dan sesekali berlari-lari mengejar sobekan kertas yang kuremes-remes menjadi bentuk bola. Ia tak pernah berani keluar. Tapi semenjak ia bergaul dengan kucing-kucing garong yang seenaknya menyelinap masuk ke kosanku itu, Chibby agak lebih tempramen. Pergaulan membawa pengaruh buruk baginya…

*

Dua bulan sebelum kepergian Chibby

Chibby muntah beberapa kali malam ini. Aku hanya bisa menatapnya iba lalu membersihkan muntahnya. Ini sudah malam sekali. Petshop telah tutup, dokter hewanpun sudah tidak praktek lagi. Besok aku berencana membawanya ke dokter.

Pagi ini, sebelum ke dokter, dengan kesok-tahuan ku, kuberi ia obat cacing. Aku semakin panik karena setelah itu lidahnya menjulur-julur. Sesampai di petshop langgananku, oleh sang dokter, Chibby langsung disuntik demam. Ada yang salahkah dengan obat cacing itu? Aku khawatir sekali.

Hari ini benar-benar untuk Chibby dan aku. Chibby terlihat agak lesu. Kubawa ia pulang. Hidungnya pucat tak pink seperti biasanya. Hidungnya kering, indikasi bahwa ia memang sakit. Sampai di kosan kupeluk ia. Kuajak ia bercengkerama. Aku memangbukan nabi Sulaiman. Tapi aku tau Chibby mengerti apa yang kukatakan. Kukatakan ia akan sembuh dan aku akan kembali mengajaknya bermain-main dan berlari-lari. Tubuhnya hangat…. Atau hanya perasaanku? Ia tertidur pulas dengan dengkurannya yang halus dalam dekapanku. Cepat sembuh,Chibby…

Malam ini Chibby tidur di kamarku. Aku tidur di ranjang dan Chibby dengan pose melingkarnya tidur di lantai. Dini hari aku terbangun, Chibby tertidur lelap tepat di sampingku. Kapan ia pindah ya…? Chibby… Chibby…kuelus bulunya yang halus dengan sayang.

Tiga minggu sebelum kepergian Chibby

Dua hari aku meninggalkan Chibby karena ada pekerjaan di luar kota membuatku rindu sekali. Baru saja kunaiki tangga, kulihat Chibby berlari kencang dari balkon menuju ke arahku. Aku selalu tertawa melihat cara berlarinya.

“Kenapa, bola bulu-bulu? Rindu ya?” tanyaku sumringah. Memang sudah beberapa minggu ini nama bola bulu-bulu menjadi panggilan lain untuk Chibby. Sebutan itu datang karena setiap ia tidur melingkar ia terlihat seperti bola berbulu. Aku pun sering mengayun-ayunkannya dengan posisi kedua tanganku membentuknya menjadi bola hehe.

Aku meletakkan tasku. Kegendong ia dan langsung kuajak ia bermain. Kubaringkan ia di pangkuanku dan kugelitiki perutnya. Inilah salah satu yang ia sukai. Kadang ia menggeliat manja, kadang pula ia bercanda dengan menangkap dan menggigit tanganku. Kalau ekornya sudah dikibas-kibaskan itulah waktunya bermain. Seperti biasa, kusobek selembar kertas dan kujadikan bola untuknya. Kami pun hanyut dalam permainan yang menyenangkan dan berlarian kesana kemari.

Karena telah beberapa hari Chibby belum mandi, jadi malam ini ia tak boleh tidur di kamarku. Aku mangunci pintuku rapat setelah sebelumnya Chibby berusaha untuk masuk ke kamarku

Maaf ya Chibby…. Aku capek mau tidur. Besok pagi kita main lagi, ya…

Entah jam berapa aku terbangun. Aku membuka kamarku dan menuju kamar mandi. Tiba-tiba… “Meong..” terdengar jeritan kecil… “Chibby!” Aku terkejut. Segera kugendong ia. Aku baru saja menginjak ekornya! Ternyata ia tidur tepat di depan pintu kamarku. Sungguh aku menyesal sekali tidak melihatnya. Maaf ya,Chibby…

Seminggu sebelum kepergian Chibby

Minggu ini adalah musim UAS. Kosan mendadak sunyi senyap. Semua sibuk di kamarnya. Aku yang selalu menganggap di kamarku penuh dengan virus-virus pembuat ngantuk pun memilih ruang tv menjadi tempat belajarku. Tentu saja aku sang kinestetik harus belajar sambil berjalan mondar-mandir dengan buku di tangan.Ya.. alasan lain supaya aku yang pelor ( nempel langsung molor) ini tidak ketiduran lagi seperti yang kemarin-kemarin. Maka mulailah putaran pertama. Mulutku sibuk komat-kamit menghafalkan nama-nama penyair Belanda yang susahnya minta ampun. Eeeh.. si Chibby ngekor aja. Sampai nyaris duapuluh putaran si Chibby nggak ada cape-capenya berjalan dempet-dempetan denganku. Tapi kali ini dia cape. Dia udah dengan posisi manisnya mengintaiku dengan matanya. “Mau main ya, By? Bentar ya.. mau belajar dulu” ucapku menatap matanya yang bulat tanpa dosa. Kucubit pipinya lalu kulanjutkan lagi untuk belajar. Tiga jam lagi aku ujian dan dari setengahnya saja aku belum hafal?? Ya Allah… bantulah hamba-Mu ini… dasar memang deadliners. Otakku ini sepertinya sudah di set untuk hanya bisa menghafal cepat dalam kondisi tertekan seperti ini. Mata Chibby berputar-putar mengikuti langkahku. Tampaknya ia sabar sekali menungguku.

Dua setengah jam berlalu. Aku sudah selesai belajar. Segera mandiiii…!!! Bersiap-siap ke kampus. Aku lupa janjiku pada Chibby. Ia mengejarku sampai pintu kamar mandi,”By… ntar ya… pulang kuliah ya.. buru-buru nih!!! Udah sanaaaa… jangan masuk, ntar basah” usirku. Ia hanya memandangiku, “Ngeong….” Ucapnya lirih.

By, pergi dulu yaaa… !!! habis ini kita main ya… dadadada..!!!!” ucapku berlari meninggalkannya tanpa mendekapnya terlebih dahulu. Ia berjalan pelan ingin menujuku, tapi aku keburu meleset memburu waktu menuju kampusku.

Pulang kuliah, dari luar pagar bukannya mengucapkan salam aku langsung berteriak memanggil namanya. Aku lupa pagi ini aku juga belum memberinya makan.

“By….!!!!!” Kupanggil ia. Tapi sepertinya tak ada tanda-tanda kehidupan. Kosan sepi karena anak-anak pada kuliah. Aku mencari Chibby di tempat nongkrongnya.Langsung saja aku menuju ke balkon. Chibby suka memperhatikan anak-anak bermain dan beberapa kendaraan yang lewat dari situ. Kulihat di balkon, tak ada. Aku pun menuju tempat istirahat kesukaannya, di bawah meja makan yang adem. Ternyata juga tidak ada. Di belakang kulkas yang hangat, tak ada!

By…!!!!” sepertinya aku mulai panik. Kucari di setiap sudut kosanku. Hmm.. sepertinya aku teringat tempat favorit barunya, di bawah sofa samping telepon di lantai bawah! Aku berlari menuruni tangga dengan tergesa.

Debuuuuuu By…!!!” kuintip bawah sofa itu. Gelap. Tak ada apa-apa. Kucari dimana-mana. Tak ada. Begitu kulihat Pak Aceng, segera saja kutanya,

Pak aceng, liat Chibby ga?” tanyaku tak sabar

Tadi pagi ada kok…tapi sekarang nggak liat lagi…” aku semakin putus asa.

Aku terus mencari Chibby sampai di tempat-tempat yang tidak pernah ia datangi. Dapur, kamar mandi bawah, tempat jemuran. Semua nihil…

Aku terduduk lesu. Aku tak boleh patah semangat!Aku mulai keluar menyusuri jalan. Mataku ke-stel bulat,sebulat-bulatnya agar bisa melihat Chibby.

“Mbak Oki, Chibby nya mana?” tanya Mahdi si bocah PAUD begitu melihatku yang celingak celinguk mencari sesuatu.

“Chibby hilang.. Mahdi dan Alfi lihat Chibby?” tanyaku pada dua sahabat itu. Mereka geleng-geleng kepala.

“Ya udah.. nanti kalau main lagi, bilangin sama temen-temennya ya, kalau lihat Chibby suruh balikin ke mbak Oki ya…” ucapku menjawil pipi Mahdi.

“Ok deeeeeh… yuk Mahdi, kita bilangin yang lain”

“Yuk” mereka berdua pun bergandengan tangan menuju ke ujung komplek untuk bertemu dengan teman-temannya. Chibby bukan hanya sahabatku. Tapi juga sahabat banyak anak-anak. Setiap sore, biasanya anak-anak main ke kosanku hanya untuk bertemu Chibby. Terlebih soulmate ini. Merekalah yang paling sering bermain dengan Chibby. Mereka suka menggendong Chibby, meski terkadang tangan mereka terlampau kecil untuk menggendong tubuh Chibby yang gendut.

Pencarianku hari itu usai. Kuputuskan untuk besok lagi mencari Chibby. Mahdi and the genk tidak membawa hasil. Bahkan sering sekali mereka memberi informasi yang salah.

“Mbak Oki, tadi ada Chibby di rumahnya Fikri..” setelah kudatangi ternyata bukan bangeeeet!!! Warnanya aja jelas-jelas beda. Chibby kan item putih, kalau yang ini kuning item putih.

“Mbak Oki ada Chibby di ujung jalan sana, Ayooooo..!!!!” jauh kuberjalan beramai-ramai bersama anak-anak ini, ternyata kucing berwarna abu-abu. Hadooooh… nih anak-anak gimana sih kasih informasi ga akurat begini???

Malam itu aku tidur dengan gelisah. Chibby.. medan yang kau lalui adalah medan yang berat… kenapa kau memilih kabur dari tempatmu yang nyaman ini, Chibby….

Keesokan harinya, pulang kuliah kembali aku mencari Chibby. Seorang tetangga mengatakan bahwa tadi siang ia melihat ada kucing hitam putih yang bulunya bagus terjatuh di got. Setelah diselamatkan ternyata kucing itu mondar mandir di depan kosanku. Airmataku sudah menggenang di pelupuk mata. “Kalau lihat lagi, tolong kasih ke saya ya, Pak” ucapku memohon dengan nada tersekat. Baru kali ini kulihat seseorang tak tertawa melihat kondisiku. Sebaliknya, bapak baik hati itu terlihat prihatin.

Kembali kususuri jalan. Celingak-celinguk mencari Chibby. Dari kejauhan bila ada yang mirip sedikit langsung kukejar… ternyata bukan. Anak-anak kecil berseliweran dengan sepedanya. “Kalau ketemu Chibby kasih mbak Oki yaaaa….!!!” Teriakku. Entah untuk yang keberapa kalinya.

Hari selanjutnya selebaran kehilangan Chibby sudah tertempel di mana-mana.

“Bu, permisi, numpang tempel iklan ya…iklan kehilangan kucing…”

“Pak, permisi tempel ini ya… kalau lihat tolong kasih tau saya ya,Pak..”

Sampai tempat terakhir…

“Bu, maaf, saya tempel iklan di sini ya…” ucapku pada seorang ibu tua pemilik warung. “Saya numpang duduk sebentar ya Bu” Aku lelah. Mataku mulai lagi berkaca-kaca. Setelah membaca iklanku, ibu tua tersebut duduk di sebelahku. Airmataku sudah banjir. Aku tertawa malu sambil terus mengusap airmata yang tak mau berenti.

“Sayang banget ya , Neng? Ibu doain semoga cepat ketemu ya…”

“Iya.. dia sahabat saya, Bu… amin.. makasih ya Bu… tolong ya, Bu kalau ketemu…”

*

Lelah aku menangis aku beranjak keluar mengambil minuman. Bedak, perfume, vitamin Chibby tergeletak di atas meja. Cepat-cepat kumasukkan barang-barang Chibby ke kantong plastic dan kuletakkan di keranjang. Aku tak ingin melihatnya.Tempat-tempat nongkrong favoritnya terus menghadirkan bayangnya. Sengaja aku tak mau memandang tempat-tempat itu lama-lama. Setelah meminum segelas air putih kembali aku menuju kamar. Wallpaper handphone dan profile picture facebook yang semula bergambar Chibby segera kuganti. Aku langsung mematikan laptopku. Sepertinya waktu dua minggu ini sudah cukup untukku bersedih- sedih….aku harus mengikhlaskannya.

Tiba-tiba aku bergidik mengingat cerita temanku yang begitu stress, merasa bersalah karena dengan keteledorannya, kucing kesayangannya mati mengambang di ember kamar mandi ketika sedang asyik bermain. Semoga Chibby tidak mengalami hal itu… semoga ia sudah benar-benar diambil orang dan ada yang merawat dan menyayanginya. Maafkan aku ya,Chibby… di hari terakhir pertemuan kita, aku cuek sekali padamu dan tak sempat mengajakmu bermain…

Chibby benar-benar pergi untuk kali ini…ia tak kembali untukku.

Maafkan aku yang pernah menginjak ekormu, maafkan aku lalai hingga kucing-kucing garong itu mencuri makananmu…, maafkan aku yang tak segera mengobatimu saat kau muntah karena aku tak tau apa yang harus kelakukan, maafkan aku yang sering meninggalkanmu…

Walaupun nantinya akan ada kucing lain yang mengisi hari-hariku,

Kau tak akan pernah terganti, bola bulu-buluku….

Sahabatku, pendengar setiaku…,

Dimana pun kau berada, pssst… jangan ceritakan semua rahasiaku pada siapapun ya…!

Aku mengikhlaskanmu, Chibby…Semoga kau selalu bahagia dimana pun kau berada…amin..

Depok, 11 Januari 2010

(miss you badly tonite,…chibby..)

 
8 Comments

Posted by on January 21, 2012 in Inspiration

 

Ayo Masak!

Wahai kaum wanita Seandainya kamu mengerti kewajiban terhadap suamimu, tentu seorang isteri akan menyapu debu dari kedua telapak kaki suaminya dengan sebagian mukanya.” (Fatimah Az-zahra R.A)

                                                                                                                *

 Siapa bilang menjadi seorang pengantin baru itu mudah? Lewat cerita temanku, aku menjadi tahu bagaimana pontang pantingnya dia menjalani rumah tangga yang baru berumur beberapa hari itu.

Disa, panggil saja begitu. Saat ini masih kuliah dan hebatnya juga telah menikah. Aku selalu saja kagum dengan mereka yang berani dan mampu menjalankan tanggungjawab dalam waktu yang bersamaan. Tentulah harus-harus pandai mengatur waktu, agar bisa menjadi mahasiswa sekaligus istri yang baik.

Masalah temanku yang satu ini, bukan karena ia repot mengatur waktu saat ia belajar ataupun melayani suami. Namun permasalahan yang sangat membuatnya ketakutan adalah bahwa ia tidak bisa memasak!

“Ini masakan pertamaku, Ki…” ujarnya sambil menyodorkan semangkuk kangkung dan semangkuk tempe orek. “Suamiku sampai nambah lho dengan lauk ini” ucapnya bangga. Hari itu aku menyengajakan bersilaturahim ke kontrakan kecilnya. Sangat nyaman menurutku. Tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil. Ada 1 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.  Satu kipas angin yang terletak di sudut ruang tamu, cukup membuat ruangan ini terasa sejuk. Tak ada perabotan yang kulihat. Tak ada kursi dan meja, tak ada kulkas, tak juga ada lemari untuk meletakkan baju. Maklum saja, mereka baru beberapa hari menempati kontrakan ini.

Selanjutnya aku pun mendengarkan bagaimana perjuangannya untuk menghasilkan masakan yang tersaji di depanku ini.

Aku baru tau… kalau sayur yang bentuknya kayak cambuk itu namanya serai, Ki…” ucapnya sambil meringis.  Aku terkekeh.

“Kemarin aku diledek habis-habisan sama suamiku karena aku bilang aku mau nanem pohon sayur asem. Rupanya itu namanya daun melinjo…soalnya kalau masak tumis kangnkung kan namanya sayur kangkung. Jadi aku pikir kalau sayur asem nama sayurnya pohon sayur asem. Malu ya Allah….!” Ucapnya setengah menjerit.

Disa mencurahkan penyesalannya padaku kenapa tak dari dulu ia belajar memasak. Ia sering panik kalau kalau sudah tiba jam makan suaminya.

Awal-awal sih, bisa beli di warteg. Tapi nggak mungkin selamanya beli, kan Ki… suami pasti mau makan masakan istrinya. Mertua juga pasti ingin menantu yang pandai mengurus anaknya, salah satunya dalam hal memasak. “

 Aku mengangguk-angguk, membenarkan ucapan Disa.

“Sebelum suami berangkat kerja aku menyiapkan sarapan, suami pulang,  kalau sudah tersedia makan malam di meja kan enak. Perutnya kenyang perasaannya insyaAllah senang. Kasihan suamiku bekerja seharian. Jadi memang aku harus belajar masak.” Kembali aku mengangguk-angguk.

Bayangkan, aku udah kayak ibu-ibu banget deh. Setelah solat subuh langsung ngiris-ngiris bawang di dapur, sambil bawa laptop! Nyontek resep makanan di internet! Rajin bangeeettt… padahal sebelum nikah, habis sholat subuh tiduurrrr… boro-boro berisik di dapur kaya begini

Disa beranjak ke dapur dan mengambil sepiring nasi untukku. Aku memandangi hasil masakannya itu. Kelihatannya enak. Wanginya mengusik hidungku membuaku tak sabar untuk memakan hasil masakan perdananya itu.

Sambil meletakkan sayur kangkung dan tempe orek ke piringku, Disa melanjutkan ceritanya. “Pagi-pagi aku udah ke pasar, Ki” ia menyodorkan piring padaku dan langsung saja kulahap dengan cepat. Enak juga.

Aku nggak tau nama-nama sayur mayur itu! Aku ke pasar bawa resep dan langsung kusodorkan sama penjualnya. Sampai di kontrakkan aku eksperimen sendiri. Pertama aku tumis-tumis aja dulu. Keren deh pokoknya gayanya Ki. Udah kayak koki-koki di tv. Waktu mau masukin kangkungnya, aku lupa kangkungnya belum di potong!!! Terpaksa numisnya bersambung. Mana ada numis itu bersambuuung…” ia masih saja bercerita dengan penuh semangat.

Nggak apa-apa… yang penting hasil akhirnya enaaaak” ucapku yang masih sibuk melahap sepiring nasi dan lauk pauknya ini. Disa terus mengamatiku hingga suapan terakhirku.

Enak?” tanyanya dengan wajah yang terlihat ragu

Enak! Beneran deh”. Jawabku jujur. Disa menarik nafas lega.

Tadi pagi suamiku juga bilang enak. Bahagia sekali rasanya. Besok aku mau eksperimen dengan makanan yang lain” Matanya menerawang, senyum-senyum sendiri.

Memasak adalah keahlian penting yang harus dimiliki seorang wanita. Mumpung belum nikah, BELAJAR MASAAAAAK!!!!” Ucapnya nyaring.

Oh iya, ada satu rahasia Ki. Aku nggak punye ulekan. Jadi serai dan lengkuasnya aku keprek-keprek pakai gembok pager. Nggak apa-apa ya Ki, yang penting rasanya enak kan… psst.. jangan bilang-bialng suamiku ya…

Seketika saja perutku terasa mual***

By: OSD-2011-

 
11 Comments

Posted by on January 21, 2012 in Inspiration, Motivation

 

Penyakit Kelainan Seksual

Kiki. Sebut saja begitu. Dia adalah teman di kampus yang kisahnya ingin kubagi pada semua. Kiki menarik perhatianku karena ia seorang lelaki fisiknya tapi wanita perilaku dan hatinya. Aku pikir tadinya Kiki hanya agak sedikit ’kemayu’ saja. Namun lama kelamaan aku semakin menyadari bahwa Kiki tidak hanya kemayu, tapi keseluruhan yang ada dalam dirinya membuat semua teman-temanku melihatnya sebagai seorang wanita. Tingkah lakunya, tutur katanya yang lemah lembut, sifat manjanya, perasaannya yang begitu sensitif,  semuanya! Keseluruhan ia seorang perempuan, kecuali fisiknya. Andai aku memejamkan mata, tentu aku takkan ragu mengatakan bahwa ia seorang wanita.

Seringkali Kiki diledek oleh teman-temannya. Bahkan digoda, dengan pertanyaan ”laki-laki seperti apa yang mau kamu jadikan pacar?” atau ”Kamu nanti nikahnya harus di luar negeri lho, Ki… di Indonesia kan ga bisa menikah sesama jenis” lalu terdengar cekikikan yang membuat Kiki hanya bisa terdiam. Merajuk. ”Udah doong…” ujarnya singkat sambil sesekali merapikan rambutnya dengan jari-jarinya yang lentik.

Kiki adalah contoh dari sekian banyak orang di muka bumi ini yang menderita suatu penyakit kelainan seksual. Penyakit ini menyerang batin atau kejiwaan seseorang.

Penyebabnya memang bisa macam-macam, ada yang karena pergaulan, karena ingin mendapatkan uang, pengalaman buruk ketika masa kecil(seperti pelecehan seksual atau hubungan ibu dan ayah yang tidak harmonis)atau memang sejak kecil sudah menunjukkan kelainan itu. Seperti Kiki yang sejak kecil merasa lebih nyaman bermain dengan teman-teman perempuan.

Beberapa diantara yang menderita penyakit ini mengatakan,  ” Aku seorang wanita, tapi terperangkap di tubuh pria”. Atau kalimat, ”Takkan ada yang mau dilahirkan dalam keadaan seperti ini.Aku tak pernah meminta pada-Nya untuk menjadi seperti ini”

Yang menyedihkan adalah, tak jarang orang-orang yang menderita penyakit ini mendapatkan kemurkaan dari anggota keluarga mereka sendiri dan cemooh dari masyarakat. Penyakit ini membuat banyak penderitanya merasa begitu rapuh karena perlakuan lingkungan sekitar yang bukannya membantu menyembuhkan justru menyudutkan mereka. Bahkan ada yang sampai bunuh diri karena tak kuat lagi menanggung malu.

Namun beruntunglah bagi mereka yang taat beribadah pada Rabb-nya. Senantiasa bermunajat pada Rabb-nya untuk disembuhkan dari penyakit itu. Tak ada yang salah ketika mereka menderita penyakit itu, karena itulah ujian hidup yang Allah berikan untuk mereka. Bukankah setiap orang memiliki ujianya masing-masing dalam hidup ini?Yang salah adalah, apabila penyakit itu membuat mereka membuat hal-hal yang Allah murkai, berzina, misalnya.

Hal ini sudah pernah terjadi jauh sebelum masa Rasulullah SAW. Allah mengutus Nabi Luth untuk menyelamatkan kaum Sodom. Kaum pecinta sesama jenis yang tidak menundukkan hawa nafsunya. Kaum Sodom mengabaikan nasihat Nabi Luth untuk menghentikan perbuatan – hubungan kelamin sesama jenis- yang membuat Allah murka itu. Pada akhirnya, Allah pun menjatuhkan adzab pada kaum Sodom dengan membalikkan negeri itu.

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,” (Qs Hud 82).

Kiki memang penderita penyakit kelainan seksual ini. Tapi aku tahu, Kiki memiliki Allah di hatinya. Kiki cinta dan takut pada Rabb-nya. Kutahu Kiki takkan sampai terjebak pada perbuatan itu. Kiki hanya sakit, oleh karenanya Kiki perlu dibantu agar bisa sembuh. Walau kutahu itu takkan seperti membalik telapak tangan. Kiki perlu dirangkul, bukan dijauhi apalagi diolok-olok.

Aku tahu Kiki berusaha keras untuk terlihat seperti laki-laki. Kiki ingin menjadi seorang laki-laki. Dan dia memang laki-laki. Kiki pernah mengatakan salah satu cita-citanya kelak setelah menikah adalah memiliki anak-anak yang banyak. Karena Kiki senang dengan anak-anak. Walau sampai detik ini, hatinya tak pernah merasa ada kecendrungan pada seorang wanita, tapi Kiki tahu bahwa suatu saat nanti ia akan sembuh. Ia akan terus berusaha untuk bisa sembuh. Kiki ingin hidup normal, sebagai seorang laki-laki.

***

Hal ini juga mengingatkan aku, dengan percakapan seorang laki-laki yang usianya nyaris seusia dengan ayahku. kita sebut saja ia si Bapak. Karena aku memposisikan diriku sebagai anak. Meski ia memang bukan seorang bapak, karena belum punya anak, bahkan belum juga menikah.

Dari tuturnya, secara tak langsung ia mengakui akan ketidakwajaran pada dirinya, aku tidak ingin menyebutnya secara fulgar, tapi alasan dia tidak menikah sampai hari ini pun karena ketidakwajaran tersebut. Ya, karena ia tidak tertarik dengan wanita.

Tapi manusia tetaplah manusia. Kenapa pada akhirnya Allah menciptakan Hawa untuk Adam pun karena Allah tau, Adam akan merasakan suasana sepi di dunia, dan ia butuh seorang teman hidup di sisinya. Mungkin itu juga kenapa Allah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, Allah menuliskan siapa jodoh kita, Allah mendeskripsikan indahya surga dengan kehadiran bidadara dan bidadari, bahkan Allah merancang semua organ seksual dengan sempurna dan menuliskan caranya yang halal dengan indah dalam Alqur’an.

Suatu hari si Bapak sakit. Badannya demam dan muntah-muntah. Berhari-hari ia hanya terbaring di kamarnya yang megah. Rumah mewahnya itu nampak sepi, tak berpenghuni, kecuali hanya dia dan pembantu yang telah lama bekerja disana.

Idealnya, seorang bapak seusianya ketika sakit diurus oleh istri dan anak-anaknya. Tapi ia hidup sendiri di rumah tersebut, tak memiliki siapapun. Ia pun akhirnya merenung, seandainya ia tiba-tiba meninggal dunia dalam karena sakit seperti itu, adakah yang akan mencari dirinya?

Kemudia ia mematikan ponselnya selama beberapa hari. Ia memutuskan untuk diam di kamar dan tidak memulai komunikasi dengan siapapun. Bukan karena ia ingin istirahat total, ia hanya ingin tau adakah seseorang yang akan yang mencari dirinya? Jika ia meninggal di kamar itu, adakah yang merasa kehilangan dirinya?

Hari berjalan, kondisi si Bapak membaik. Memasuki hari kelima ia mengaktifkan kembali ponselnya. Berharap ribuan sms datang menyerbut menanyai kabarnya. Namun harapan tinggal harapan, dari ponsel tersebut hanya terdengar satu kali nada sms, itupun dari sang kakak.

Tiba-tiba hatinya bersedih, ”Ya Allah, berarti jika kemarin aku meninggal dunia, aku akan menjadi mayat busuk di kamar ini. Tanpa seorang pun yang merasa kehilangan”.

Tidak menikah, tentu bukan keinginannya. Rasa iri ingin seperti yang lain tetap menyusup dalam dirinya. Ingin  punya keluarga, ingin memiliki anak. Namun apa daya, seandainya ia menikah pun ia takut dzhalim karena tak mencintai istrinya. Tapi menikah dengan sesama jenis adalah hal yang dimurkai agama.

Beruntungnya, Allah masih sangat menyayangi si Bapak, kesepiannya itu tak membuat si Bapak mengurung hatinya. Justru sebaliknya, aku mengenal si Bapak sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan sosial. Harta yang melimpah tak ia nikmati sendiri, si Bapak yang sendiri itu tak lagi terlihat sepi.

”Allah memberikan aku banyak kelebihan, dengan berbagi aku merasakan kebahagiaan hidup sendiri. Meski sebenarnya, aku sedang berada dalam kekurangan, yang telah dimiliki oleh mereka-mereka itu” kata si Bapak, sambil tersenyum melihat sebuah keluarga yang sederhana dihadapannya.

***

Lain lagi dengan cerita si ’mbak’ perias make up artis. aku gatau harus memanggil ia mbak atau mas. Tapi ia laki-laki, hanya berdandan layaknya wanita. Dan ia minta dipanggil mbak kali pertama kami berkenalan. Dalam suatu kesempatan menunggu giliran syuting, gak sengaja aku berbincang dengannya. Dari obrolan tersebut mengalirlah cerita tentang masa lalu si perias yang membuat ia seperti sekarang.

Sama seperti kita, si perias dulu juga seorang manusia yang berjuang bangkit ingin mengubah garis hidup. Besar di keluarga yang seadanya, tinggal dan bermain pun dengan teman dan lingkungan yang seadanya. Hingga musibah terjadi, ia disodomi oleh seorang dengan paksa. Saat itu ia remaja, ia mengerti namun tak punya kuasa. Kejadian tersebut pun membuat goncangan pada psikologisnya.

Merasa malu dan kotor, ia akhirnya mencoba gantung diri dengan menggunakan kain horden di kamarnya. Lagi-lagi, Allah maha baik, seakan masih memberikan kesempatan hidup sekali lagi, aksi bunuh diri tersebut ternyata gagal. Entah bagaimana nyawanya bisa diselamatkan. Saat itu ia berusaha bangkit kembali, bukan hanya sekedar mengumpulkan semengat hidup, tapi juga semangat untuk berubah. Menebus semua dosa dan memperbaiki masa lalunya yang suram.

Hukum alam pun terjadi. Siapa yang menanam pasti ia akan menuai. Pekerjaan demi pekerjaan ia jalani dan semakin baik. Sampai akhirnya ia mendapatkan pekerjaan mapan sebagai perias make up artis, sungguh sebuah proses yang panjang. Roda kehidupannya pun berputar keatas. Semua perekonomian ia dan keluarga membaik. Kehidupannya berubah menjadi lebih teratur dan optimis. Hanya saja, ada sebuah perubahan yang sebenarnya tak ia harapkan. Dengan wajah datar, entah senang atau sedih, ia mengakui kondisi dirinya saat ini :

sejak saat itu aku tak lagi tertarik dengan lawan jenis, aku udah berusaha tapi tetap sulit..” ujarnya dengan senyum kecut, dan mata yang berkaca-kaca.

Dan pernyataan terakhirnya itu membuat bibirku tak bisa berucap.

***

Setiap orang memiliki ujiannya masing-masing. Dan bagiku semua ini adalah ujian.

Kiki, si Bapak yang dermawan itu, dan si perias artis, mereka harus berjuang untuk menghadapi sakit dan ujiannyanya itu. Sama seperti kita juga yang normal, ujian datang dalam berbagai bentuk, berbagai wujud.

Smoga kita tetap bisa menjaga fitrah, kemaluan, dan bersabar menjalani ujian ini….

PS: Cerita ini tadinya ingin kumasukkan dalam buku ke-2ku, Sejuta Pelangi. Namun ketika proses penseleksian tulisan, tulisan ini termasuk salah satu yang gugur^^ jadi aku posting saja di sini. Semoga bermanfaat^^ – 2011-

 
1 Comment

Posted by on January 21, 2012 in Inspiration

 

Jatuh Cinta

    Jatuh Cinta

Ketika aku menemani ibuku yang dirawat di rumah sakit beberapa tahun silam, aku sempat berkenalan dengan seorang pasien yang bangsalnya tepat berada di samping bangsal ibuku. Pemisah diantara kami hanya sebuah tirai. Ia sering menutup tirainya pertanda bahwa ia memang tak mau diganggu. Kalau sedang tidak ada yang menungguinya, sering kudengar isakan tangisnya.  Bila sanak saudara menjenguknya, ia diam dan tak berekspresi. Beberapa kali aku pun mencoba mengobrol dengannya, namun tak ada respon darinya. Ia terlihat begitu lemah dan tak berdaya. Tubuhnya kurus dan tubuhnya pucat sekali.

Suatu hari ia membuat geger karena hendak loncat dari balkon kamar rumah sakit. Sejak hari itulah aku mengetahui bahwa ini bukan percobaan bunuh diri yang pertama kali. Ia masuk ke rumah sakit sudah berkali-kali dengan berbagai macam cara untuk membunuh dirinya. Aku shoock ketika mendengar dari salah seorang sanak keluarganya bahwa ia melakukan itu karena pacarnya menikah dengan orang lain.

Ini bukan kali pertama aku mendengar kisah orang bisa bertindak nekat ketika patah hati. Betapa tersiksanya gadis ini. Hatinya tertawan pada orang yang dicintainya. Seorang penyair berkata,

Tak ada yang lebih sengsara di bumi daripada orang yang kasmaran

Jika ia bertemu dengan orang yang dicintai ia senang

Kau lihat ia menangis setiap saat

Karena takut berpisah atau memendam rindu

Ia juga menangis ketika berada di sampingnya karena takut berpisah

Air mata berlinang ketika berpisah

Dan airmatanya berlinang lagi ketika bertemu

Gadis itu masih muda. Masih sehat, sebenarnya. Namun aku melihat harapan hidupnya sirna, hanya karena ia dirudung cinta! Seolah-olah cahaya Allah padam dalam hatinya. Ia seperti orang buta yang berjalan  tanpa tujuan. Ia buta karena cinta yang tak semestinya.

Setelah kejadian mencoba melompat itu, kudengar suaranya parau pilu memohon pada sanak keluarganya agar ia dibiarkan mati. Rupanya ia lelah, berkali-kali mencoba untuk bunuh diri tapi selalu berhasil dihalangi. Hatiku ngilu. Betapa dahsayatnya cinta menyerang seorang anak manusia. Begitu luar biasanya cinta menghancurkan hidupnya dan memporakporandakan perasannya. Nyeri sekali melihat keadaannya yang begitu putus asa….cintanya telah menyibukkan hati dan pikirannya. Cintanya pula yang menjauhkan dirinya dengan Allah.

Andaikan jiwanya tak kosong, tentu ia tidak akan sampai seperti ini. Ia tidak harus terus terkapar di rumah sakit ini, atau mencari-cari cara untuk ‘menghentikan penderitaannya’. Ia begitu berlebihan dalam mencintai hingga ia tak mampu lagi mengendalikannya. Cintanya telah menghancurkan dirinya…

Orang-orang yang jatuh cinta, akan lemahlah jiwanya, jika ia tak mampu mengendalikannya. Ia mencintai kekasihnya dan ada yang diharapkan dari kekasihnya itu. Tidak seperti cinta Allah pada hamba-Nya. Allah mencintai tanpa terkecuali. Allah mencintai hamba-Nya, untuk diri mereka sendiri, bukan untuk mendapatkan sesuatu dari orang yang dicintai.  Gadis itu sangat memerlukan Allah, yang sejatinya terus mengasihininya dan memanggilnya menuju keridhoan-Nya, namun tampaknya ia enggan mengasihani dirinya sendiri. Cinta butanya hanya melahirkan penderitaan dan membuat ia kehilangan kenikmatan mencintai Allah…

 Aku tak tahu sampai kapan gadis ini akan terus-terusan menyiksa dirinya sendiri. Entah sampai kapan ia terserang buta yang memekatkan penglihatannya dan menulikan pendengarannya itu.

Wahai Allah yang paling berhak dipuja dari segalanya, selamatkanlah hamba-hamba-Mu yang lemah karena jatuh cinta…

PS: by OSD -2011-

 
7 Comments

Posted by on January 15, 2012 in Inspiration